3 Jenis Resiko Mahasiswa dan Kontrol yang harus dilakukan--softskill

1. Resiko Akademis
-IPK kecil : kontrol yang dilakukan belajar lebih giat dan mengerjakan semua tugas yang diberikan dosen

-Tidak Update Informasi Perkuliahan (jadwal ujian, pengisian KRS) : kontrol yang dilakukan selalu mengakses web universitas

-Banyak tugas : kontrol yang dilakukan kerjakan tugas dengan segera jangan menunda2 mengerjakan tugas
2. Resiko Pergaulan

- Salah bergaul : Kontrol yang dilakukan pandai-pandai mencari teman dan mengikuti perkumpulan mahasiswa yang resmi dari universitas


-Tidak mempunyai banyak teman/koneksi : Kontrol yang dilakukan luangkan waktu untuk bersama teman dan mengikuti kegiatan ekstrakulikuler

3. Resiko Kesehatan

- Sakit : Kontrol yang dilakukan jaga kesehatan sebaik mungkin dan memanage kegiatan perkuliahan, dan membagi waktu dengan baik antara istirahat dan aktivitas.

KELOMPOK AUSTRALIA

IMPACT OF IFRS ADOPTION ON FINANCIAL STATEMENTS



Disusun Oleh :
Achmad Hanafi (20207013)
Ani Fitriani (20207131)
Jaka Aria (20207596)
Lidya Isma Sanjaya (20207658)
Harni Tyastuti (21207464)
Sudanto Adhiwibowo (21207055)

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2011


PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Akhir-akhir ini IFRS menjadi hot issue bagi akuntansi, top manajemen perusahaan-perusahaan yang sudah Go Public dan para akademisi serta para auditor yang melakukan auditing terhadap laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan IFRS tersebut dalam pelaporan keuangannya.
Di Indonesia sendiri standar akuntansi yang berlaku dan berterima umum adalah PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan). Standar akuntansi yang ada di Indonesia saat ini belum mengadopsi penuh standar akuntansi international (IFRS). Standar akuntansi yang digunakan di Indonesia masih mengacu pada US GAAP (United Stated Generally Accepted Accounting Standard), namun dalam beberapa pasal sudah dilakukan harmonisasi terhadap IFRS.
Seiring dengan perkembangan kegiatan ekonomi dan globalisasi menuntut adanya suatu standard akuntansi internasional yang dapat diterima dan dapat dipahami secara internasional, oleh karena itu muncullah suatu standard internasional yaitu IFRS. Dimana tujuan dari konvergensi ini adalah agar informasi keuangan yang dihasilkan dapat diperbandingkan, mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif dan hubungan baik dengan pelanggan, supplier, investor dan kreditor. Indonesia sebagai negara yang terus berkembang dan banyaknya transaksi internasional yang dilakukan mengharuskan Indonesia untuk melakukan konvergensi terhadap IFRS.
Adanya transaksi antar negara dan prinsip-prinsip akuntansi yang berbeda antar negara mengakibatkan munculnya kebutuhan akan standar akuntansi yang berlaku secara internasional. Oleh karena itu muncul organisasi yang bernama IASB atau International Accounting Standar Board yang mengeluarkan International Financial Report Standar (IFRS). IFRS kemudian dijadikan sebagai pedoman penyajian laporan keuangan di berbagai negara. Dengan dibuatnya satu standar akuntansi yang sama dan digunakan oleh seluruh negara akan semakin mendorong investor untuk masuk dalam pasar modal seluruh dunia, hal ini dikarenakan mutu dari laporan keuangan yang dihasilkan memiliki kredibilitas tinggi, pengungkapan yang lebih luas, informasi keuangan yang relevan dan akurat serta dapat diperbandingkan dan satu lagi yang sangat penting adalah dapat berterima secara internasional dan mudah untuk dipahami.
Pengaruh Adopsi IFRS pada laporan keuangan perusahaan yaitu dengan mengadopsi IFRS, laporan keuangan yang dihasilkan memiliki tingkat kredibilitas yang tinggi. Dampak IFRS terhadap laporan keuangan yaitu terdapat perbedaan pengukuran item-item dalam laporan keuangan dan rasio keuangan perusahaan. Misalnya, total aktiva dan nilai buku ekuitas akan menghasilkan nilai yang lebih tinggi jika mengadopsi IFRS dan yang terakhir, dengan mengadopsi IFRS, manajemen laba akan semakin rendah, pengakuan kerugian akan semakin sering atau perusahaan lebih konservatis, dan memiliki nilai relevansi (value relevance) yang semakin tinggi.
Namun dalam prosesnya terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam melakukan konvergensi ke IFRS ini. Mulai dari perbedaan budaya tiap negara, perbedaaan sistem pemerintahan, perbedaan kepentingan antara perusahaan serta tingginya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan prinsip akuntansi.

1.2 Rumusan Masalah
Konvergensi PSAK ke IFRS di Indonesia sendiri akan berlaku efektif dan full adoption pada tahun 2012 dan berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
  1. Mengapa Merpati Nusantara Airlines mengimplementasikan standar akuntansi internasional pada laporan keuangannya?
  2. Dari beberapa konsep aplikasi standar akuntansi internasional, manakah yang mereka gunakan dalam pelaporan keuangannya? Mengapa mereka memilih konsep tersebut?
  3. Manfaat dan hambatan apa yang diperoleh dan dihadapi Merpati Nusantara Airlines dalam proses adopsi IFRS?

1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti memberikan batasan dengan mengambil obyek penelitian Merpati Nusantara Airlines dan pembahasan penelitian dibatasi pada tahun 2007.

1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memahami motif, tujuan, dan ekspektasi Merpati Nusantara Airlines menyajikan laporan keuangan yang memenuhi standar akuntansi internasional.
2. Untuk memahami konsep standar akuntansi internasional yang dipilih Merpati Nusantara Airlines dalam menyajikan laporan keuangannya serta untuk mengetahui alasan pemilihan konsep tersebut.
3. Untuk memahami penerapan standar akuntansi internasional pada sebuah perusahaan.
4. Untuk memahami manfaat adopsi IFRS pada sebuah perusahaan dan memahami hambatan dalam proses adopsi IFRS serta cara mengatasi hambatan tersebut.

1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak, antara lain:
1. Bagi akademisi, penelitian ini memberikan inspirasi dan wawasan dalam menyusun skripsi dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini juga memberikan gambaran yang sesungguhnya tentang penerapan IFRS dalam sebuah perusahaan dalam kaitannya untuk pelaporan keuangan.
2. Bagi perusahaan, penelitian ini berguna untuk mengetahui bagaimana sebuah perusahaan mengaplikasikan standar akuntansi internasional dalam penyajian laporan keuangannya. Selain itu hasil penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai studi bagaimana mengaplikasikan IFRS secara benar dalam penyajian laporan keuangan.
3. Bagi pemegang saham, investor, calon investor, dan masyarakat umum. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengetahui perbedaan penyajian keuangan Merpati Nusantara Airlines dengan maskapai-maskapai lain yang nantinya dapat digunakan untuk membuat keputusan investasi.


TINJAUAN PUSTAKA

2.1. IFRS
IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar akuntansi ini disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasional (IFAC).
IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standar Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasional (IFAC). International Accounting Standar Board (IASB) yang dahulu bernama International Accounting Standar Committee (IASC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al., 1999).
Natawidnyana (2008) menyatakan bahwa sebagian besar standar yang menjadi bagian dari IFRS sebelumnya merupakan International Accounting Standars (IAS). IAS diterbitkan antara tahun 1973 sampai dengan 2001 oleh IASC. Pada bulan April 2001, IASB mengadopsi seluruh IAS dan melanjutkan pengembangan standar yang dilakukan. International Financial Reporting Standars mencakup:
  1. International Financial Reporting Standard (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001.
  2. International Accounting Standard (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001.
  3. Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – setelah tahun 2001.
  4. Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committe (SIC) – sebelum tahun 2001.

Secara garis besar standar akuntansi mengatur 4 hal pokok:
  1. Definisi laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan: Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal, pendapatan dan biaya.
  2. Pengukuran dan penilaian: Pengukuran dan penilaian digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan.
  3. Pengakuan: Kriteria ini digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan.
  4. Penyajian dan pengungkapan laporan keuangan: Peyajian dan pengungkapan laporan keuangan digunakan menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan.

Menurut Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK), tingkat pengadopsian IFRS dapat dibedakan menjadi 5 tingkat:
  1. Full Adoption: Suatu negara mengadopsi seluruh produk IFRS dan menerjemahkan IFRS word by word ke dalam bahasa yang negara tersebut gunakan.
  2. Adopted: Mengadopsi seluruh IFRS namun disesuaikan dengan kondisi di negara tersebut.
  3. Piecemeal: Suatu negara hanya mengadopsi sebagian besar nomor IFRS yaitu nomor standar tertentu dan memilih paragraf tertentu saja.
  4. Referenced: Sebagai referensi, standar yang diterapkan hanya mengacu pada IFRS tertentu dengan bahasa dan paragraf yang disusun sendiri oleh badan pembuat standar.
  5. Not adopted at all: Suatu negara sama sekali tidak mengadopsi IFRS.

2.2 Konvergensi IFRS di Indonesia
Perkembangan Standar Akuntansi di Indonesia
  1. Tahun 1973 – 1984: Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) membentuk komite untuk menetapkan standar-standar akuntansi, yang kemudian dikenal dengan Prinsip-Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).
  2. Tahun 1984 – 1994: komite PAI melakukan revisi mendasar PAI 1973 dan kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia PAI 1994. Menjelang akhir tahun 1994 Komite Standar Akuntansi memulai suatu revisi besar atas prinsip – prinsip akuntansi Indonesia dengan mengumumkan pernyataan – pernyataan standar akutansi tambahan dan menerbitkan interpretasi atas standar tersebut. Revisi ini menghasilkan 35 peryataan standar akuntansi keuangan, yang sebagian besar adalah hasil harmonisasi dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB.
  3. Tahun 1994 – 2004: perubahan patokan standar keuangan dari US GAAP ke IFRS. Hal ini telah menjadi kebijakan Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar membangun standar keuangan Indonesia. Pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar – standar akuntansi baru, IAS mendominasi isi dari standar ini selain US GAAP dan dibuat sendiri.
  4. Tahun 2006 – 2008: dilakukan konvergensi IFRS tahap 1. Sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2010, Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara berkesinambungan, proses revisi ini dilakukan sebanyak enam kali, yakni 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007 dan 1 Juli 2009. Sampai dengan 2008 jumlah IFRS yang diadopsi baru 10 standar.

Roadmap konvergensi IFRS di Indonesia
IFRS / IAS yang sudah diadopsi hingga saat ini:
IFRS / IAS yang telah diadopsi ke dalam PASK hingga
31 Desember 2008
IAS 2 Inventories
IAS 10 Events after balance sheet date
IAS 11 Construction contracts
IAS 16 Property, plant and equipment
IAS 17 Leases
IAS 18 Revenues
IAS 19 Employee benefits
IAS 23 Borrowing costs
IAS 32 Financial instruments: presentation
IAS 39 Financial instruments: recognation and measurement
IAS 40 Investment propert

IFRS / IAS yang telah diadopsi ke dalam PASK pada tahun 2009
IFRS 2 Shared-based payment
IFRS 4 Insurance contracts
IFRS 5 Non-current assets held for sale and discontinued operations
IFRS 6 Exploration for and evaluation of mineral resources
IFRS 7 Financial instruments: disclosure
IAS 1 Presentation of financial statements
IAS 27 Consolidated and separate financial statements
IAS 28 Investments in associates
IFRS 3 Business combination
IFRS 8 Segment reporting
IAS 8 Accounting policies, changes in accounting estimates and errors
IAS 12 Income taxes
IAS 21 The effects of charges in foreign changes rates
IAS 26 Accounting and reporting by retirement benefit plans
IAS 31 Interests in joint ventures
IAS 36 Impairment of assets
IAS 37 Provisions , contigent liabilities and contigent assets
IAS 38 Intangible assets

IFRS / IAS yang telah diadopsi ke dalam PASK pada tahun 2010
IAS 7 Cash flow statements
IAS 20 Accounting for goverment grants and dislosure of goverment assistance
IAS 24 Related party disclosure
IAS 29 Financial reporting in hyperinflationary economics
IAS 33 Earning per share
IAS 34 Interim financial reporting
IAS 41 Agriculture


2.3 Tujuan IFRS
Menurut Immanuella (2009) tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keungan intern perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang terdiri dari:
  1. Transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan.
  2. Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS.
  3. Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.

2.4 Manfaat IFRS
Sedangkan manfaat dari adanya suatu standar global:
  1. Pasar modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa hambatan berarti. Stadard pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan secara konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi lokal.
  2. Investor dapat membuat keputusan yang lebih baik.
  3. Perusahaan-perusahaan dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan mengenai merger dan akuisisi.
  4. Gagasan terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standar dapat disebarkan dalam mengembangkan standar global yang berkualitas tertinggi.

Hamonisasi telah berjalan cepat dan efektif, terlihat bahwa sejumlahbesar perusahaan secara sukarela mengadopsi standar pelaporan keuangan Internasional (IFRS). Banyak negara yang telah mengadopsi IFRS secara keseluruhan dan menggunakan IFRS sebagai dasar standar nasional. Hal ini dilakukan untuk menjawab permintaan investor institusional dan pengguna laporan keuangan lainnya.


PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi objek penelitian
Bermodal Rp10 juta dan enam pesawat, Merpati Nusantara Airlines memulai usahanya sebagai jembatan udara yang menghubungkan tempat-tempat terpencil di Kalimantan. Sejak berdiri, tanggal 6 September 1962, sampai sekarang, Merpati mengalami pasang surut. “Jembatan Udara Nusantara”. yang sarat misi ini memang seringkali dihimpit masalah.
Merpati “lahir” berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.19 tahun 1962 yang menetapkan pendirian perusahaan negara perhubungan udara daerah dan penerbangan serbaguna Merpati Nusantara, yang disebut juga PN Merpati Nusantara. Perusahaan milik negara ini memiliki lapangan usaha, meliputi penyelenggaraan perhubungan udara di daerah-daerah dan penerbangan serbaguna serta memajukan segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan udara dalam arti kata yang seluas-luasnya. Maksud dan tujuannya adalah dalam rangka turut membangun perekonomian nasional di sektor perhubungan udara dengan mengutamakan kepentingan rakyat.
Awal November 1958, Perdana Menteri Indonesia Ir. H. Djuanda secara resmi membuka "Jembatan Udara Kalimantan," yang menghubungkan daerah-daerah terpencil di Kalimantan, dimana moda transportasi lain sangat sulit dipergunakan. Tugas yang dipercayakan kepada Angkatan Udara Republik Indonesia untuk mengembangkan Jembatan Udara itu, berhasil mencapai kemajuan dalam sejarah perkembangan perusahaan angkutan udara nasional. Sebagai perkembangan yang berikut, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1962, maka pada tanggal 6 September 1962, ditetapkan pendirian Perusahaan Negara Merpati Nusantara yang bertugas menyelenggarakan perhubungan udara di daerah-daerah dan penerbangan serba guna serta memajukan segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan udara dalam arti kata yang seluas-luasnya.
Aset pertama perusahaan terdiri dari : 4 pesawat De Havilland Otter DHC-3, dan 2 Dakota DC-3 milik AURI. Tugas operasinya yang pertama ialah menghubungkan Jakarta dengan Banjarmasin, Pangkalanbun, dan Sampit, serta Jakarta-Pontianak.
Tahun 1963, ketika Irian Barat pindah dari tangan Belanda ke Pemerintah Indonesia, NV De Kroonduif, yaitu Perusahaan Penerbangan Belanda di Irian Barat diserahkan kepada GIA, termasuk 6 pesawat yang terdiri dari 3 Dakota DC-3, 2 Twin Pioneer dan 1 Beaver. Karena Garuda memusatkan perhatiannya pada pengembangan usahanya sebagai flag carrier, diberikannya semua konsesi penerbangan di Irian Barat dan fasilitas teknisnya kepada Merpati. Tahun 1963 Merpati memperluas jaringan operasinya dengan menghubungkan Jakarta-Semarang, Jakarta-Tanjung Karang, dan Palangkaraya-Balikpapan, dan membuka juga rute-rute baru di Irian Barat.
Tahun 1964, Merpati menerima penyerahan seluruh hak konsesi dan operasi, serta kepemilikan sejumlah pesawat bekas maskapai Belanda NV de Kroonduif dari Garuda. Pengalihan ini dilakukan, dengan alasan Garuda sedang mengembangkan kegiatan untuk menjadi flag carrier nasional dan internasional. Pesawat hibah itu adalah tiga Dakota DC-3, dua Twin Otter dan satu Beaver. Dengan armada 12 pesawat, Merpati mulai tumbuh. Penerbangannya mulai merambah Papua (Irian Jaya), Sumatera, dan Nusa Tenggara Barat.
Pada tahun 1966 armada Merpati diperkuat dengna 3 Dornier DO-28 dan 6 Pilatus Porter PC-6, sehingga armadanya berjumlah 15 pesawat yang beroperasi secara efektif didukung oleh 600 karyawan. Daerah operasi pun diperluas sehingga meliputi Jawa, Kalimantan, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Irian Jaya.
Tahun 1969 Merpati dibagi dalam 2 daerah operasi, yakni Operasi MIB (Merpati Irian Barat) dan MOB (Merpati Operasi Barat), yang mencakup Jawa, Kalimantan, Surabaya, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Pembagian ke dalam daerah-daerah itu bertujuan untuk memajukan operasi, administrasi, dan pengawasan. Sejalan dengan perkembangan dalam kegiatan dan fungsinya, Merpati kemudian mengubah namanya menjadi Merpati Nusantara Airlines, dan sejak itu MNA terkenal di kalangan masyarakat.
Untuk membantu pemerintah melangsungkan Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) tahu 1969 sampai di daerah-daerah tepencil yang sulit dicapai dengan moda transportasi lain, khususnya di Irian Jaya, Merpati secara aktif berpartisipasi dengan mengantarkan segala material dan personel pemilu dengan pesawatnya.
Di tahun 1970 Merpati sudah mampu mengembangkan operasinya dengan menerbangi rute-rute jarak pendek (feeder line operation), khususnya sejak pesawat HS-748 bergabung dengan armadanya. Perluasan operasi itu dapat berhasil berkat penerapan program yang tepat, dan adanya perkembangan organisasi serta manajemen yang tangguh.
Pada tahun 1974 'Penerbangan Perintis" yang disubsidi pemerintah secara resmi diserahkan kepada Merpati untuk mendukung sektor transportasi, khususnya sub sektor transportasi udara yang mempunyai peran penting dalam mempertahankan kemajuan nasional.
Tujuan penerbangan perintis ialah :
  1. Membuka isolasi ke daerah-daerah yang terpencil dan juga menghubungkan kota-kota yang sulit dicapai dengan moda transporatsi lain
  2. Melancarkan kegiatan administrasi.
  3. Membantu mewujudkan wawasan Nusantara dibidang politik, ekonomi, budaya dan sosial.

Menjadi Perusahaan Perseroan Terbatas (persero)
Dengan suksesnya perluasan jaringan transportasi udara, Merpati membuktikan prestasinya dalam memberikan dampak positif kepada perkembangan nasional. Berkat prestasi itu, pemerintah menaruh kepercayaan kepada Merpati, dan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.70 tahun 1971, status Merpati dialihkan dari Perusahaan Negara (PN) menjadi Persero, yakni PT. Merpati Nusantara Airlines, sehingga memberi kesempatan yang lebih baik kepada Merpati untuk menerapkan program-programnya.
Dalam rangka mendukung pengoperasian armadanya, Merpati membangun berbagai fasilitas di banyak daerah seperti fasilitas Perawatan Pesawat / Hanggar di Ujungpandang dan Manado serta sistem komunikasi SSB. Tahun 1975-1977, Merpati melancarkan operasi berskala lebih besar dengan mengambil bagian dalam Penerbangan Haji dan Penerbangan Transmigrasi. Pada tahun 1976, Merpati membantu pengembangan pariwisata, dengan melakukan Penerbangan Borongan Internasional (Charter Flight), misalnya Manila-Denpasar VV dengan memakai pesawat BAC-111. Juga Los Angeles-Denpasar VV dengan memakai Boeing 707, kedua rute tersebut dihentikan tahun 1978.

Peraturan Pemerintah (PP) No.30/1978
Menyadari betapa pentingnya peran sektor transportasi dalam melaksanakan program perkembangna yang akan datang. Pemerintah memutuskan untuk memindahkan Penguasaan Modal Negara Republik Indonesia dalam PT. Merpati Nusantara Airlines ke PT. Garuda Indonesian Airways. Dengan tindakan itu, sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.30/1078, Merpati diserahi tugas-tugas berikut :
  1. Melayani Penerbangan Perintis.
  2. Melayani Penerbangan Lintas Batas.
  3. Melayani Penerbangan Transmigrasi.
  4. Melayani Penerbangan Borongan Domestik.
  5. Dan kegiatan lainnya ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham.

Awalnya, Merpati memiliki armada jenis de Havilland Otter/DHC-3 empat unit dan Dakota DC-3 dua unit, yang merupakan pesawat hibah dari Angkatan Udara Republik Indonesia (TNI AU). Ketika itu diketahui, modal awal perusahaan berupa uang rupiah lama sejumlah Rp10 juta. Para pilot dan teknisi dipasok dari AURI, Garuda Indonesia (dulu Garuda Indonesia Airways), dan perusahaan penerbangan sipil lainnya.
Sebagai direktur utama, ditunjuk Komodor Udara Henk Sutoyo Adiputro (1962-1966), yang membawahi hanya 17 personel. Beberapa bulan kemudian, tahun 1963, penerbangan Merpati pun tak hanya di Kalimantan, tapi juga menerbangi rute Jakarta-Semarang, Jakarta-Tanjung Karang, dan Jakarta-Balikpapan.
Seiring pertumbuhannya, Merpati memandang perlu untuk memperkuat armadanya dengan tambahan tiga Dornier DO-28 dan enam Pilatus Porter PC-6. Namun, beberapa pesawat sebelumnya ada yang tidak lagi dapat dioperasikan sehingga armada efektif Merpati 15 pesawat. Jumlah karyawan Merpati pun bertambah, menjadi 583 orang.

4.2 Alasan Pt Merpati Nusantara Airlines mengadopsi IFRS
Globalisasi membawa kemajuan bagi semua sektor bisnis, termasuk bisnis dalam jasa penerbangan. Dengan adanya globalisasi, para maskapai penerbangan semakin mudah untuk memperluas jaringan bisnisnya. Dampak negatifnya adalah apabila manajemen perusahaan tidak pandai mengatur strategi bisnis maka peluang untuk tersingkir dari kancah bisnis global ini semakin besar. Laporan keuangan yang telah mengadopsi IFRS dapat dijadikan alat untuk “menjual” perusahaan karena value added yang dimiliki laporan tersebut. Merpati Nusantara Airlines tidak mau tersingkir dari persaingan, dibuat keputusan untuk mengadopsi.
IFRS pada laporan keuangan. Jadi hal tersebut bukan hanya sekedar untuk menaikkan prestige semata tapi juga demi keberlangsungan hidup perusahaan.
Indonesia harus mengadopsi IFRS untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya (Immanuela, 2009). Menurut Dalimante, globalisasi telah merubah cara pandang seseorang dalam membeli atau menjual barang. Hanya melalui internet, perdagangan internasional dapat saja terjadi. Begitu pula dalam bisnis ini, hanya melalui laporan keuangan yang mengaplikasikan standar internasional di dunia internasional.

4.3 “Nilai Lebih” dalam Laporan Keuangan
Menurut Almilia (2007) adopsi IFRS memberikan dampak yang positif kepada perusahaan, yaitu informasi keuangan dapat diperbandingkan dengan perusahaan lain di luar negara tersebut. Hal itulah yang dijadikan dasar oleh Merpati Nusantar Airlines sebagai alasan untuk mengadopsi IFRS, yaitu daya bandinglaporan keuangan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Dalimante.

“Daya banding LK bagi pelaku usaha global sangat berperan penting
untuk menentukan apakah LK tersebut bermanfaat bagi pelaku usaha
itu sendiri dalam industrinya.”

“Penerapan tersebut agar LK Merpati Nusantar Airlines dapat dibandingkan dengan maskapai lainnya di dunia internasional dan digunakan oleh para stakeholder dari international.”
Ketika investor ini dihadapkan pada pilihan beberapa maskapai penerbangan internasional, tentu saja investor tersebut akan megalami kesulitan untuk menginterpretasikan laporan keuangan yang dia terima apabila standar yang dipakai oleh beberapa maskapai tersebut berbeda-beda. Dalam kondisi seperti ini, IFRS sangat diperlukan untuk menyeragamkan standar yang dipakai oleh semua maskapai penerbangan di seluruh dunia. Dengan mengadopsi IFRS dalam laporan
keuangan, maskapai-maskapai tersebut telah memberikan kemudahan kepada investor untuk menginterpretasikan laporan keuangan mereka karena laporan tersebut comparable dan telah memakai standar yang sama sehingga tidak terdapat biasa signifikan dalam menginterpretasikannya.

4.4 Item - item yang diadopsi langsung dari IFRS adalah transaksi dengan
Kriteria khusus dan unik serta merupakan extraordinary item. Selain menggunakan IFRS sebagai pedoman alternatif penyusunan laporan keuangan, GA juga menggunakan produk standar keuangan yang dikeluarkan oleh AICPA, Airlines AICPA Audit and Accounting Guidelines, sebagai salah satu referensi. Namun pada hakikatnya, IFRS merupakan sebuah pedoman penyusunan laporan keuangan yang cukup luas karena merupakan pengembangan standar yang berlaku secara global dimana semua rules akuntansi telah diatur dalam standar tersebut.

Adapun Guidelines yang dibuat AICPA tercantum dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.1
Airlines AICPA Audit and Accounting Guidelines
Chapter - 1 The Airline Industry
•Background
•History of Regulation
•U.S. Government Regulation
o Department of Transportation
o Federal Aviation Administration
o Department of Homeland Security
o Transportation Security Administration
o Environmental Protection Agency
o Occupational Safety and Health Administration
o Other
•International Air Transportation
o The International Air Transport Association
o Open Skies or Route Authorities
•Air Transport Association of America
•Regional Airline Association
•Characteristics of the Industry
o Operating Environment
o Airline Classifications
o Fuel
o Taxes and Fees
o Insurance
o Maintenance
o Unionization
o Marketing Strategy
•Airline Investments
o Aircraft Fleet
o Airport Facilities
o Fuel Facilities
o Routes, Slots, and Gates
•Insurance
o Aviation Insurance
o Hull Insurance
o Terrorism Insurance

Chapter 2 - General Auditing Considerations
•Introduction
•Scope of This Chapter
•Planning and Other Auditing Considerations
o Audit Planning
o Establishing an Understanding With the Client
o Audit Risk
o Planning Materiality
•Use of Assertions in Obtaining Audit Evidence
•Understanding the Entity, Its Environment, and Its Internal Control
o Risk Assessment Procedures
o Discussion Among the Audit Team
o Understanding of the Entity and Its Environment
o Understanding of Internal Control
•Assessment of Risks of Material Misstatement and the Design of Further Audit Procedures
o Assessing the Risks of Material Misstatement
o Designing and Performing Further Audit Procedures
•Evaluating Misstatements
o Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit
o Discussion Among Engagement Personnel Regarding the Risks of Material
Misstatement Due to Fraud
o Fraud Risk Factors
o Considering the Results of the Analytical Procedures Performed in Planning the Audit
o Identifying Risks That May Result in a Material Misstatement Due to Fraud
o Assessing the Identified Risks After Taking Into Account an Evaluation of the Entity's
Programs and Controls That Address the Risks
o Responding to the Results of the Assessment
•Analytical Procedures
•Concluding the Audit
o Going Concern Considerations
o Considering Subsequent Events
o Obtaining Written Representations From Management
•Exhibits

Chapter 3 - Marketing, Selling, and Providing Transportation
•Introduction
•Process Description
o Airline Pricing
o Sources of Airline Revenue
o Industry Resolutions
o Ticketing
o Sales Reporting
o Sales Audit
o Payment Processing
o Passenger Travel
o Refunds, Exchanges, and Reissues
o Statistics
o Air Traffic Liability
•Revenue Accounting Issues
o General
o Revenue Recognition Methods
o Interline
o Air Traffic Liability Verification
o Unmatched Usage
o ATL Breakage
o Passenger Revenue Recognition Model
o Change and Other Transaction Fees
o Taxes and Fees
o Frequent Flyer Programs
o Capacity Purchase Agreements Gross Versus Net Presentation
•Inherent Risk Factors

Chapter 4 - Acquiring and Maintaining Property and Equipment
•Background
o Fleet Strategy
•Owned Property and Equipment
o Aircraft Modifications
o Manufacturer Incentives
o Liquidated Damages
o Advanced Delivery Deposits and Capitalized Interest
o Developmental and Preoperating Costs
o Used Aircraft
o Impairment of Long-Lived Assets
•Leased Property and Equipment
o Leasehold Improvements
o Return Conditions
o Maintenance Deposits
o Lease Termination
o Capacity Purchase Agreements
•Depreciation
o General
o Depreciation of Rotable Parts
o Estimated Useful Life and Salvage Value
o Amortization of Leasehold Improvements
•Aircraft Maintenance
o Expense Recognition
o Outsourcing Maintenance
o Spare Parts
•Inherent Risk Factors

Chapter 5 - Employee-Related Costs
•General
•Amendable Labor Contracts
o Background
o Accounting Guidance
•Pensions
o Background
o Critical Assumptions
o Termination of Pension Plans
•Other Postretirement Benefits
•Other Key Employee Benefits
o Workers' Compensation
o Severance Benefits
o Pilot Disability (Permanently or Medically Grounded)
o Voluntary Furloughs
•Flight Crew Payroll
•Inherent Risk Factors

Chapter 6 - Other Accounting Considerations
•Intangible Assets
o Domestic Assets
o International Route Authorities and Slots
o Inherent Risk Factors
•Bankruptcy Matters
o Statement of Operations
o Rejected Aircraft
o Balance Sheet
o Fresh Start Accounting and Reporting
o Inherent Risk Factors
•Guarantees and Indemnities
o Parent's Guarantee of Its Subsidiary's Third-Party Debt or Operating Lease Payments
o Guarantees Contained in Lease Agreements
o Guarantees of Indebtedness of Others
o Inherent Risk Factors
•Variable Interest Entities
o Capacity Purchase Agreements
o Aircraft Leases
o Enhanced Equipment Trust Certificates
o Airport Fuel Facilities
o Inherent Risk Factors
•Airport Financings
o Inherent Risk Factors
•Fuel Hedging
o Inherent Risk Factors
•Insurance
o Captive Insurance
o Insurer Insolvency
o Inherent Risk Factors

Chapter 7 - Financial Reporting and Disclosures
•Introduction
•Accounting Policies and Disclosures
o Passenger and Other Revenue Recognition
o Cargo Carriers Revenue Recognition
o Frequent Flyer Programs
o Credit Card Holdbacks
o Aircraft Acquisition Costs
o Spare Parts
o Maintenance and Repair Costs
o Leases
o Asset Impairment
o Restructuring and Special Charges
o Financing Arrangements
o Capacity Purchase Agreements
o Air Cargo Capacity Guarantees
o Segment Disclosures (SEC)*
o Pensions and Other Postretirement Benefits
o Risks and Uncertainties
o Sales Taxes
•Other SEC Disclosures (SEC)*
o Risk Factors
o Critical Accounting Policies, Judgments, and Estimates
o Off-Balance Sheet Arrangements
o Tabular Disclosure of Contractual Obligations

Chapter 8 - Air Cargo Operations
•Background
o General
o Aircraft Crew Maintenance and Insurance Contracts
o Customs Services
o Other Ancillary Services
•Accounting and Auditing Considerations
o Revenue Recognition and Measurement
o Cargo Claims Accruals
o Passenger-to-Freighter Aircraft Conversions

Chapter 9 - Regional Airlines
•Introduction
o History of Regional Airlines
o Effect of Collective Bargaining on Regional Airlines
o Revenue Sharing and the Evolution of Capacity Purchase Agreements
•Revenue
o Prorate Agreements
o Capacity Purchase Agreements
•Accounting Issues
o Regional Carriers' Revenue Recognition—Capacity Purchase Agreements
o Presentation of Revenue and Expenses Under Capacity Purchase Agreements—Gross
Versus Net
o Other Contract Provisions
•Inherent Risk Factors

Chapter 10 - Special Reports and Example Reporting
•Passenger Facility Charges
o Reporting on PFC Schedules
o Reporting on Internal Control Over Administering PFCs
•Immigration and Naturalization Services
•TSA Security Fee
•DOT Reporting
o DOT Form 41

Appendix A - Status of Incremental GAAP
Glossary


PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berbasarkan data, perhitungan dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
  1. Merpati Nusantara Airlines membuktikan prestasinya dalam memberikan dampak positif kepada perkembangan nasional. Berkat prestasi itu, pemerintah menaruh kepercayaan kepada Merpati, dan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.70 tahun 1971, status Merpati dialihkan dari Perusahaan Negara (PN) menjadi Persero, yakni PT. Merpati Nusantara Airlines, sehingga memberi kesempatan yang lebih baik kepada Merpati untuk menerapkan program-programnya.
  2. Manajemen perusahaan harus pandai mengatur strategi bisnis maka peluang untuk tersingkir dari kancah bisnis global ini semakin kecil. Laporan keuangan yang telah mengadopsi IFRS dapat dijadikan alat untuk “menjual” perusahaan karena value added yang dimiliki laporan tersebut. Oleh karena itu perusahaan Merpati Nusantara Airlines mengadopsi IFRS sehingga dapat digunakan untuk menjual jasa perusahaan tersebut karena adanya value added yang dimiliki oleh IFRS dan memiliki daya banding laporan keuangan.
  3. Pada investor yang ingin menanamkan sahamnya di suatu perusahaan penerbangan mereka tidak akan terganggu untuk menginterpretasikan laporan keuangan yang mereka terima karena standar yang dipakai oleh beberapa maskapai tersebut sudah disamakan oleh standar yang dipakai oleh semua maskapai penerbangan di seluruh dunia yaitu laporan sudah mengadopsi IFRS, sehingga laporan tersebut comparable.


SUMBER

Bungin, Burhan. 2005. Analisi Data Penelitian Kualitatif Edisi 1. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Chariri, Anis. 2006. “The Dynamics of Financial Reporting Practise in an Indonesian Insurance Company: a Reflection of Javanese Views of an Ethical Social Relationship.” Disertasi Tidak Dipublikasikan, School of Accounting and Finance, University of Wollongong.

Gerungan, Irma dan Sujoko Efferin. 2005. “Management Control dan New Institutional Theory pada Aliansi (Studi Kasus pada Saluran Distribusi Minyak Tanah).” Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 12, No. 2, Hal 96-119.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2009, Standar Akuntansi Keuangan Edisi Revisi 1 Juli 2009. Salemba 4. Jakarta.

Sadjiarto, Arya. 1999. ”Akuntansi Internasional: Harmonisasi Versus Standarisasi.” Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 1, No. 2, Hal 144-161.

Suharto, Harry. 2005. “Konvergensi IFRS: Perlu Persiapan yang Matang.” Media Akuntansi Edisi 46/Tahun XII/Juni 2005, Hal. 7-9.


Chapter 1

INTRODUCTION

The field of accounting has had a notable international history and promises to have an even more significant future. Like the other functional areas of business, accounting has changed as the environments it serves have changes, moving sequentially from the more rudimentary to the more complex and sophisticated. This chapter traces the international development of accounting, highlights some of the critical factors that determine national differences in accounting systems, provides an initial perspective on these differences and their importance for accountants in the modern world, and outlines the focus of the book.

THE INTERNATIONAL DEVELOPMENT OF THE ACCOUNTING DISCIPLINE

Many books have been written on the origin of accounting, but no one has been able to establish when it really began. Clearly, accounting is a function of the business environment in which it operates, and it originated in order to record business transactions. The origin of accounting and its subsequent changes are therefore best studied in the context of the history of commercial transactions. Although the recording of transaction is probably as old as the history of record keeping, we tend to think of the establishment of double-entry accounting, the basis for modern accounting, as the key event. In 1994, the seventeenth annual congress of the European accounting association (EAA) wah held in venice to celebrate the five-hundred-year anniversary of the publication of the first printed book on double-entry accounting by luca pacioli.1 Why were the Italians so influential in the development of double-entry accounting, and could it have developed elsewhere?

Early Italian Influence

Record keeping, the foundation of accounting, has been traced back as far as 3600 B.C., and historians know that mathematical concepts were understood in various ancient civilizations from china, india, and Mesopotamia-often reffered to as the “Cradle of Civilization”-to some of the ancient native cultures of central and sounth ameria. Business transactions in different areas around the world, including the city-states of central and northern Europe, probably gave rise to the recording of business transactions.

However, double-entry accounting was probably developed in the Italian city- states between the thirteenth and fifteenth centuries. When the turks conquered Jerusalem in 1076, Western Europe unleashed a series of crusades to free Jerusalem of Muslim rule that lasted for nearly two-hundred years. The Crusades resulted in the establishment of trade routes between East and West, with Italy in the center European culture. In fact, accounting was already highly developed by the arabs, and many of their concepts were adopted by the Italians. However, there is no evidence that the arabs understood the concepts of double-entry accounting or passed those concepts on to the Italians.2

The most significant influences on accounting took place in Genoa, Florence, and Venice. There is no defining moment when double-entry accounting was born, but it seems to have evolved independently in different places, responding to the changing nature of business transactions and the need to record them properly. The Genoese system was probably a development of the ancient Roman system. Commercial activity had been flourishing in Genoa for a long time, and Genoa was at the height of her wealth and power during the fourteenth century. The Genoese system assumed the concept of a business entity. Because it recorded items in terms of money, it was the first to imply that it included both expenses and equitu accounts. The oldest double-entry books were the Massari (treasury officials) ledgers of the Commune of Genoa, dating from 1340. Given that they were written in perfect double-entry form, it stand to reason that the concepts must have originated and evolved earlier than that. In fact, the government of the Commune of Genoa decreed in 1327 that government accounts had to be kept in the same way that the banks kept their accounts, so it would seem natural that double-entry accounting existed with Genoese banks prior to 1327, even though we have no record of Genoese banks prior to 1408.3

Florentine commerce also flourished in the thirteenth and fourteenth centuries, giving rise to double-entry accounting there as well. In 1252, Florence coined the gold florin, soon accepted as the standard gold piece all over Europe. A major achievement in Florence was the development of large associations and compagnie (partnerships) that pooled capital, initially within family groups and then from outside the family groups. Given the nature of Florence an artistic center, it is easier to fine manuscripts relating to the development of bookkeeping. The account book of the fourteenth century reflect the partnership contracts of the compagnie, which identified the capital of the separated partners, made provisions for the devision of profits and losses, clearly defines the duties of each partner, and provided for the dissolution of the compagnie, records were often kept in great detail, almost in narrative form. Until the influence of the Venetians, Florentine accounts listed debits above credits rather than on separate pages. Separate columns for transactions were needed to record which monetary value was used.4

However, the key influence on double-entry accounting, not so much for its development as its spread, came from Venice. Venice was the key commercial city of the Renaissance because of its commercial empire and advantages as a port. The Venetians may not have developed double-entry accounting before the Genoese and Florentines, but Venice “developed it, perfected it, and made it her own, and it was under the name of the Venetian method that it became know the world over.”5 The earliest Venetian record show an accounting system that was highly developed, including the first true journal used in Renaissance bookkeeping.

Luca Pacioli

Luca Pacioli, who was born in San Sepolcro in the Tuscany region of Italy in 1447, was not an accountant but was educated as a mathematician by Franciscans an actually became a Franciscan monk himself. In 1464, he became the tutor of the three sons of a Venetian merchant, then left Venice to study mathematics. After becoming a Franciscan monk, he accepted a teaching position at the Universitu of Parage, then traveled extensively and taught at the Universities of Florence, Rome, Naples, Papua, and Bologna.6 In 1494 in Venice, he published the first significant work on accounting up to that point, summa de arithmetica geometria proportioni et proportionalita, more commonly know as summa de arithmetica. His discussion of accounting comprises one of the chapters in the summa de arithmetica. Given the extreme detail included in the book and the fact that Pacioli was not a merchant or bookkeeper, many historians believe he got his information from somewhere else. In fact, Pacioli did not claim that his ideas were original, just that he was the one who was trying to organize and publish them. His objective was to publish a popular book that could be used by all, following the influence of the venetian method became the standard for not only the Italians but also the Dutch, German, and English authors on accounting.

Pacioli introduced three important books of record: the memorandum book, the journal, and the ledger. The memorandum book included all information on a transaction. From the memorandum book, a journal entry was made into the journal. Information was then posted to the ledger, the center of the accounting system. Pacioli felt that all transactions required both a debit and credit in order for the transaction to remain in equilibrium.7

Subsequent Developments

The growing literature on accounting represented an attempt to descrilbe good practices rather than challenge underlying assumptions or develop a general theory of accounting. The literature began to change during the 1550S to reflect new commercial and political realities. The rise of nation-states and the need to manage public financesincreased the importance of good accounting practice. However, a major change was the decline of Italy as a world commercial power. As commercial traffic shifted from the ports of Venice to the Atlantic shipping routes, Italy slipped in importance and relatively few new developments took place in accounting. It is true that changing business forms that emphasized large-scale business enterprises caused a change in focus, but accounting authors still clung to the old forms of accounting, and no new theories developed.8

The concept of an accounting period did not emerge until the seventeenth and eighteenth centuries, when end-of-the-year reconciliations became prominent. During this period, the center of commerce shifted sequentially from Italy to Spain, to Portugal, and then to northen Europe. With the commercial shift was an accompanying shift in accounting development. In 1673, France adopted the first official accounting code, which required, among other things, that balance sheets be drawn up every two years. This period also saw the first personification of accounts (i.e., the practice of treating accounts as independent, living entities) and the standardization of debits on the left, credits on the right.

The French Revolution in the late 1700S marked the beginning of a great social upheaval that affected governments, finances, laws, and customs. Italy came under the influence of the French and then the Austrians, and their system of double-entry accounting was also influenced. It is interesting to note that Napoleon was surprised at how efficient the Italian system of accounting was. The srious study of accounting and development of accounting theory also began in this period and has continued to the present day. However, the influence of the Arab, Genoese, Florentines, and Venetians continues to be felt in the double-entry system we use today. Even the British, who acquired their knowledge of double-entry accounting soon after Pacioli’s Summa de arithmetica was published, did not begin adopting double-entry accounting quickly until the Industrial Revolutin of the period 1760-1830. At that point, the importance of accounting grew substantially.9

As the scale of enterprises increased following technological breakthroughs such as mass production, and as fixed assets grew in importance, it became necessary to account for depreciation, the allocation of overhead, and inventory. In addition, the basic form of business organization shifted from proprietorships and partnerships to limited liability and stock companies and ultimately to stock exchange listed corporations. Accounting had to adapt to satisfy these new

TRANSLATE

PENDAHULUAN
Bidang akuntansi memiliki sejarah internasional terkemuka dan berjanji untuk memiliki masa depan bahkan lebih signifikan. Seperti area fungsional yang lain dari bisnis, akuntansi telah berubah sebagai lingkungan yang dilayaninya memiliki perubahan, bergerak secara berurutan dari yang lebih sederhana ke yang lebih kompleks dan canggih. jejak Bab ini pengembangan internasional akuntansi, menyoroti beberapa faktor penting yang menentukan perbedaan-perbedaan nasional dalam sistem akuntansi, memberikan perspektif awal tentang perbedaan-perbedaan dan pentingnya mereka bagi seorang akuntan dalam dunia modern, dan menguraikan fokus dari buku ini.


PENGEMBANGAN INTERNASIONAL YANG DISIPLIN AKUNTANSI

Banyak buku telah ditulis tentang asal-usul akuntansi, tapi tak seorang pun telah mampu membangun ketika itu benar-benar dimulai. Jelas, akuntansi adalah fungsi dari lingkungan bisnis di mana ia beroperasi, dan itu berasal dalam rangka untuk mencatat transaksi bisnis. Asal akuntansi dan perubahan selanjutnya karena itu terbaik dipelajari dalam konteks sejarah transaksi komersial.Meskipun pencatatan transaksi mungkin setua sejarah pencatatan, kita cenderung untuk memikirkan pembentukan akuntansi double-entry, dasar akuntansi modern, sebagai acara kunci. Pada tahun 1994, kongres tahunan ketujuh belas dari asosiasi akuntansi Eropa (EAA) wah diselenggarakan di Venesia untuk merayakan ulang tahun ke-lima ratus tahun dari penerbitan buku yang dicetak pertama pada akuntansi double-entry oleh Luca pacioli.1 Mengapa adalah Italia begitu berpengaruh dalam pengembangan akuntansi double-entry, dan bisa itu telah dikembangkan di tempat lain?

Awal Pengaruh Italia

Pencatatan, dasar akuntansi, telah dilacak kembali sejauh 3600 SM, dan sejarawan tahu bahwa konsep-konsep matematika itu dipahami dalam berbagai peradaban kuno dari cina, India, dan Mesopotamia-sering disebut sebagai "Cradle of Civilization"-untuk beberapa budaya asli kuno ameria pusat dan sounth.transaksi bisnis di daerah berbeda di seluruh dunia, termasuk kota-negara Eropa tengah dan utara, mungkin memunculkan pencatatan transaksi bisnis.

Namun, double-entry akuntansi mungkin dikembangkan di negara-kota Italia-antara abad ketiga belas dan kelima belas. Ketika Turki menaklukkan Yerusalem pada tahun 1076, Eropa Barat melepaskan serangkaian Perang Salib untuk membebaskan Yerusalem dari aturan Islam yang berlangsung selama hampir dua ratus tahun. Perang Salib menghasilkan pembentukan rute perdagangan antara Timur dan Barat, dengan Italia di pusat kebudayaan Eropa. Bahkan, akuntansi sudah sangat dikembangkan oleh arabs, dan banyak konsep mereka diadopsi oleh Italia. Namun, tidak ada bukti bahwa arabs memahami konsep akuntansi double-entry atau melewati konsep-konsep ke dalam Italia.2

Pengaruh yang paling signifikan terhadap akuntansi berlangsung di Genoa, Florence, dan Venice. Tidak ada momen yang menentukan kapan double-entry akuntansi ini lahir, tetapi tampaknya telah berevolusi secara independen di berbagai tempat, menanggapi sifat perubahan transaksi bisnis dan kebutuhan untuk merekam dengan benar. Sistem Genoa itu mungkin merupakan pengembangan dari sistem Romawi kuno.Aktivitas Komersial telah berkembang di Genoa untuk waktu yang lama, dan Genoa berada di puncak kekayaan dan kekuasaan pada abad keempat belas. Sistem Genoa diasumsikan konsep badan usaha. Karena tercatat item dalam bentuk uang, itu adalah orang pertama yang menyiratkan bahwa itu termasuk baik biaya dan rekening equitu. The double-entry tertua buku adalah Massari (treasury pejabat) buku besar dari Komune dari Genoa, yang berasal dari 1340. Mengingat bahwa mereka ditulis dalam bentuk double-entry sempurna, itu berdiri untuk alasan bahwa konsep harus berasal dan berkembang lebih awal dari itu. Bahkan, pemerintah Komune Genoa diputuskan pada 1327 yang rekening pemerintah harus disimpan dengan cara yang sama bahwa bank-bank terus account mereka, sehingga akan tampak alami yang double-entry akuntansi yang ada dengan bank Genoa sebelum 1327, bahkan meskipun kita tidak memiliki catatan bank Genoa sebelum 1.408.3

Firenze commerce juga berkembang di abad ketiga belas dan keempat belas, sehingga menimbulkan akuntansi double-entry ada juga. Pada tahun 1252, Florence yang diciptakan Florin emas, segera diterima sebagai bagian standar emas di seluruh Eropa.Suatu prestasi yang diraih di Florence adalah pengembangan asosiasi besar dan Compagnie (kemitraan) bahwa modal disatukan, awalnya dalam kelompok keluarga dan kemudian dari luar kelompok keluarga. Mengingat sifat dari Florence pusat seni, lebih mudah untuk manuskrip baik yang berkaitan dengan pengembangan pembukuan. Buku rekening abad keempat belas mencerminkan kontrak kemitraan dari Compagnie, yang mengidentifikasi ibukota mitra terpisah, dibuat ketentuan untuk Devision keuntungan dan kerugian, secara jelas mendefinisikan tugas masing-masing pasangan, dan disediakan untuk pembubaran Compagnie yang , catatan sering disimpan dengan sangat rinci, hampir dalam bentuk narasi. Sampai pengaruh Venesia, Florence rekening yang tercantum debet atas kredit bukan pada halaman yang terpisah. Kolom terpisah untuk transaksi yang diperlukan untuk merekam yang nilai moneter used.4

Namun, pengaruh utama pada akuntansi double-entry, tidak begitu banyak untuk perkembangannya sebagai penyebarannya, datang dari Venice. Venesia adalah kota komersial utama dari Renaissance karena kerajaan komersial dan keuntungan sebagai port. Venesia tidak mungkin telah mengembangkan akuntansi double-entry sebelum Genoa dan Florentines, tetapi Venesia "dikembangkan itu, menyempurnakannya, dan membuatnya sendiri, dan itu berada di bawah nama metode Venesia yang menjadi tahu di seluruh dunia." 5 Catatan Venesia awal menunjukkan sistem akuntansi yang sangat maju, termasuk jurnal sejati pertama digunakan dalam pembukuan Renaissance.


Luca Pacioli

Luca Pacioli, yang lahir di San Sepolcro di wilayah Tuscany Italia pada 1447, bukan seorang akuntan tetapi dididik sebagai matematikawan oleh seorang Fransiskan benar-benar menjadi seorang biarawan Fransiskan sendiri. Pada 1464, ia menjadi guru dari tiga putra seorang pedagang Venesia, kemudian meninggalkan Venesia untuk belajar matematika. Setelah menjadi seorang biarawan Fransiskan, ia menerima posisi mengajar di Universitu dari Parage, kemudian melanjutkan perjalanan secara ekstensif dan mengajar di Universitas Florence, Roma, Naples, Papua, dan Bologna.6 Dalam 1494 di Venesia, ia menerbitkan karya penting pertama di akuntansi sampai saat itu, summa de Arithmetica geometria proportioni et proportionalita, lebih umum dikenal sebagai summa de Arithmetica. diskusi Nya akuntansi mencakup salah satu bab di summa de Arithmetica. Mengingat detail ekstrim termasuk dalam buku dan fakta bahwa Pacioli bukanlah seorang pedagang atau pembukuan, sejarawan banyak yang percaya ia mendapat informasi dari tempat lain. Bahkan, Pacioli tidak menyatakan bahwa ide-idenya asli, hanya bahwa ia adalah orang yang berusaha untuk mengatur dan mempublikasikan mereka. Tujuannya adalah untuk menerbitkan sebuah buku populer yang dapat digunakan oleh semua, mengikuti pengaruh metode venetian menjadi standar untuk tidak hanya Italia tetapi juga para penulis Belanda, Jerman, dan Inggris pada akuntansi.

Pacioli memperkenalkan tiga buku catatan penting: buku memo, jurnal, dan buku besar. Buku nota termasuk semua informasi transaksi. Dari buku memo, sebuah jurnal dibuat menjadi jurnal.Informasi kemudian diposting ke buku besar, pusat dari sistem akuntansi. Pacioli merasa bahwa semua transaksi yang diperlukan baik debet dan kredit dalam rangka untuk transaksi untuk tetap tinggal di equilibrium.7

Perkembangan Selanjutnya

Literatur tumbuh di akuntansi mewakili upaya untuk descrilbe praktek-praktek yang baik daripada menantang asumsi-asumsi yang mendasari atau mengembangkan teori umum akuntansi.sastra mulai berubah selama tahun 1550-an untuk mencerminkan realitas komersial dan politik baru. Munculnya negara-bangsa dan kebutuhan untuk mengelola publik financesincreased pentingnya praktik akuntansi yang baik. Namun, perubahan besar adalah penurunan Italia sebagai kekuatan dunia komersial. Karena lalu lintas komersial bergeser dari pelabuhan Venesia untuk rute pelayaran Atlantik, Italia terpeleset di penting dan perkembangan baru relatif sedikit terjadi di akuntansi. Memang benar bahwa mengubah bentuk-bentuk usaha bisnis yang menekankan usaha besar menyebabkan perubahan dalam fokus, namun penulis akuntansi masih menempel dengan bentuk lama akuntansi, dan tidak ada teori-teori baru developed.8

Konsep suatu periode akuntansi tidak muncul sampai abad ketujuh belas dan kedelapan belas, ketika Rekonsiliasi akhir-of-the-tahun menjadi menonjol. Selama periode ini, pusat perdagangan bergeser secara berurutan dari Italia ke Spanyol, ke Portugal, dan kemudian ke Eropa bagian utara. Dengan pergeseran komersial pergeseran terlampir dalam pengembangan akuntansi. Pada 1673, Perancis mengadopsi kode akuntansi resmi pertama, yang dibutuhkan, antara lain, yang neraca disusun setiap dua tahun. Periode ini juga melihat personifikasi pertama account (yakni, praktek memperlakukan rekening sebagai independen, entitas hidup) dan standarisasi debet di sebelah kiri, kredit di sebelah kanan.

Revolusi Perancis pada akhir 1700-an menandai awal dari sebuah pergolakan sosial yang besar bahwa pemerintah yang terkena dampak, keuangan, hukum, dan adat istiadat. Italia berada di bawah pengaruh Perancis dan kemudian Austria, dan sistem mereka akuntansi double-entry juga dipengaruhi. Sangat menarik untuk dicatat bahwa Napoleon terkejut melihat betapa efisien sistem Italia akuntansi ini. Studi srious akuntansi dan perkembangan teori akuntansi juga dimulai pada periode ini dan terus hari ini. Namun, pengaruh Arab Venesia, Genoa, Florentines, dan terus dirasakan dalam sistem double-entry kita gunakan saat ini. Bahkan Inggris, yang memperoleh pengetahuan tentang akuntansi double-entry segera setelah Pacioli's Summa de Arithmetica diterbitkan, tidak mulai mengadopsi akuntansi double-entry cepat sampai Revolutin Industri periode 1760-1830. Pada saat itu, pentingnya akuntansi tumbuh substantially.9

Sebagai skala usaha meningkat setelah terobosan teknologi seperti produksi massal, dan sebagai aset tetap tumbuh di penting, menjadi penting untuk memperhitungkan depresiasi, alokasi overhead, dan persediaan. Selain itu, bentuk dasar organisasi bisnis bergeser dari perseorangan dan kemitraan untuk perseroan terbatas dan perusahaan saham dan akhirnya perusahaan terdaftar di bursa efek. Akuntansi harus beradaptasi dengan memuaskan ini baru